.titlefield { text-decoration: none; color: #09F } .titlefield:hover { text-decoration: underline } .labelfield { color: brown; font-size: 90% } .datefield { color: #333; font-size: 90% } #data { width: 450px; height: 17px; border: 3px solid black; padding: 5px 5px; background-color: #CED0D1; margin: 5px auto; -moz-box-shadow: inset 0 0 10px rgba(0, 0, 0, 0.16); -webkit-box-shadow: inset 0 0 10px rgba(0, 0, 0, 0.16); box-shadow: inset 0 0 10px rgba(0, 0, 0, 0.16); position: relative; overflow: hidden; -moz-border-radius: 3px; -webkit-border-radius: 3px; border-radius: 3px } #data img { display: block; margin: 0 auto; text-align: center }

Minggu, 03 Juni 2012

SENI MEMILIH DIRI

Oleh Yusdeka Putra pada 2 Juni 2012 pukul 22:00 ·

Memilih diri boleh dikatakan mirip seperti seni. Karena apa saja bisa kita jadikan diri kita, An Nafs. Dan setiap apa yang kita perdiri itu punya cita rasanya sendiri-sendiri, punya hawa, sehingga disebut sebagi punya hawa nafsu, Hawa un Nafs.

Berikut ini saya sharingkan sebuah contoh yang sangat menarik tentang seseorang yang MEMILIH GETARAN CINTA sebagai dirinya. Artikel ini saya ambil dari sebuah milis tetangga dengan menyamarkan pelakunya dengan sebutan "NAMA". Dimana seseorang menceritakan seorang temannya yang mencintai dirinya habis-habisan dalam sebuah vibrasi cinta diri sendiri yang tanpa batas:


Quote: "Dear Temans,

Saya baru saja kembali dara wshop yang dibawakan oleh "NAMA" mengenai "cinta diri sendiri".
Saya sebelumnya tidak kenal dengan "NAMA", tidak mengetahui siapa dia dan apa latar belakangnya. Namun sekalipun saya sudah tidak beristirahat cukup lama sejak 3 hari lalu, "sesuatu" menggerakkan saya untuk tetap datang pada workshop tersebut.

Ternyata universe memang selalu mempunyai maksud yang luar biasa. Disana saya dibuat melongo, bukan saja dengan materi presentasinya yang begitu berkualitas contentnya, namun (setelah melakukan sedikit pre talk terhadap pembicara), baru pertama kali saya menemui manusia yang berbicara tentang "cinta diri sendiri" dan walk the talk completely.

Mengapa demikian?
At first saya merasa sangat nyaman dan impress dengan kelembutan yang luar biasa dan tutur kata dan "NAMA" yang sangat runtun dan runut.
Kedua, I was impressed, karena berbicara tentang "cinta diri sendiri" sangat sulit untuk mencari contoh nyata bahwa ada orang yg mempraktekannya  di dalam kehidupan. "NAMA" bukanlah Mother Theresa, namun komitmen yang ia buat untuk mencintai dirinya bagi saya luar biasa.

Why?

Biasanya ketika seseorang jatuh cinta pada orang lain, ia mengikat dirinya dalam  suatu komitmen yang dibuat berdua dalam bentuk perkawinan. "NAMA", juga sudah jatuh dalam pelukan cinta. Tetapi bukan dengan seorang pemuda ganteng yang cerdas. Ia jatuh cinta pada.......dirinya sendiri. Tidak tanggung-tanggung, ia bersumpah yang diabadikan dalam satu tulisan indah nan sakral kepada "CINTA DIRI SENDIRI" bahwa  ia tidak akan menikah dengan orang lain tetapi menikah dengan dirinya sendiri sebagai bentuk kecintaannya terhadap dirinya sendiri tanpa syarat.

Ia membeli cincin kawin sendirian, dan mengenakan di jarinya tanda ia sudah menikah....dengan dirinya sendiri dan making love layaknya sepasang sejoli, dengan dirinya sendiri. Aneh tapi nyata.

Saya belum pernah membuat workshop tentang "CINTA DIRI SENDIRI" karena saya masih merasa belum membuat komitmen dengan diri  sendiri untuk mencintai diri saya tanpa syarat. Tetapi hari ini saya menyaksikan dan sangat beruntung bisa mendengar seluruh proses sehinggga "NAMA" bisa jatuh cinta pada dirinya sendiri. Ini suatu privilege bagi saya.

Bagaimana kita bisa tahu bahwa "NAMA" menjalankan secara real "CINTA DIRI SENDIRI" dalam hidupnya?. Hal itu dengan sangat mudah terlihat dari pancaran Joy yang secara natural bervibrasi di dalam dirinya dan terasa efeknya keluar bagi orang sekitarnya. At least hal ini yang saya rasakan. Kisah hidupnya, bagaimana cara ia menentang Tuhan yang ada di benaknya, bagaimana ia menemukan bahwa antara Tuhan, Love, dan dirinya ternyata satu adanya.  Begitu pula bagaimana ia mempraktekan hubungan diluar nikah dengan sengaja sebagai protes terhadap konsep ketuhanan yang selama ini terasa tidak cocok dengan dirinya, bagaimana ia harus menghadapi reaksi keluarga yg menentangnya, dan bagaimana secara sadar, penuh awareness, ia memilih  untuk hamil di luar nikah sebagai pengejawatahan bahwa dirinya seorang creator terhadap hidupnya dan atas segala keputusan yang dia pilih. Saya curious, bagaimana kelak "rupa" dari anak hasil perkawinan "CINTA DIRI SENDIRI" ini.

Semuanya ternyata membawa kepada satu hal....dirinya memiliki vibrasi yang semakin meningkat dan meningkat  atas courage untuk memutuskan apa yang ia ingini dalam kehidupannya. Putusan terakhir yang ia putuskan dan ia jalani sejak bulan januari kemarin, adalah bersumpah untuk mencintai dirinya sendiri dan mengawini dirinya sendiri adalah sesuatu yang "abnormal" utk ukuran umum. Dan disinilah inti spiritualitas. Ia seperti singa mengaum dan bukan sebagai kawanan domba yg mengembik". End Quote...

Kenapa si "NAMA" ini bisa berbicara begitu MEMUKAU dan MEMPESONA??. Ya..., memang harus begitu. Tidak bisa tidak. Karena yang dia ceritakan adalah KEADAAN dirinya sendiri, bukan keadaan diri orang lain. Dirinya yang berupa RASA CINTA. Dan kebetulan dia memilih untuk membawa-bawa RASA CINTA itu kepada dirinya sendiri setiap saat, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali, bahkan bisa juga berlanjut sampai ke alam mimpi. Rasa cinta itu bukan diarahkannya kepada BENDA-BENDA, seperti misalnya kepada porselin antik, atau kepada MOGE, atau kepada SEPEDA TUA ANTIK.

Juga kenapa si "NAMA" tidak berkutik terhadap rasa cinta kepada dirinya sendiri?. Ya..., harus begitu juga. Karena memang apapun yang kita jadikan sebagai DIRI KITA, maka kita akan dipenjarakan, diikat, dipuntir, diombang-ambingkan oleh diri kita itu selama berhari-hari, bertahun-tahun. Sampai suatu saat, kita akhirnya akan menyerah dan tidak kuat menahan "penderitaan" atas dorongan-dorongan dahsyat diri kita itu. Tidak peduli siapapun juga kita. Orang biasa kek, orang cerdas kek, orang berpendidikan tinggi kek, orang tidak beragama kek, orang yang kelihatanya sangat beragama kek. Semuanya akan digulung oleh apapun yang dia pakai sebagai dirinya.

Konon kabarnya pernah hidup seorang wanita shalehah bernama "Rabiah Al Adawiyah", yang juga sangat lama dipenjarakan oleh dirinya sendiri, yaitu diri yang berupa "rasa cinta yang bukan sembarang cinta, tapi rasa cinta kepada Allah". Beliau memakai dirinya yang berupa Getaran Cinta untuk mendekati Allah. Tentu saja hasilnya lebih dahsyat lagi dari pada si "NAMA" diatas, yang hanya membawa-bawa dan mengarahkan rasa cinta itu setiap saat kepada dirinya sendiri.

Tentu saja keadaan si "NAMA", yang hanya berdirikan rasa cinta kepada dirinya sendiri, sangat jauh tertinggal dari keadaan Rabiah Al Adawiyah. Karena, selain RASA CINTA, Rabiah Al Adawiyah juga mempunya dirinya yang lain berupa RASA TAKUT kepada Allah, takut kalau-kalau Allah tidak mencintainya, sehingga Rabiah Al Adawiyah jauh lebih terpenjara pada dirinya sendiri dari pada si "NAMA".

Berhari-hari Beliau duduk dikamar, berhias, bersolek, dan berharap agar Allah membalas cinta beliau yang membara kepada Allah. Semakin beliau mendatangi Allah dengan rasa cinta beliau yang membara itu, maka semakin pedih pula rasa cinta yang mendera Beliau. Karena memang rasa cinta Allah tidak akan pernah bisa kita ukur dengan rasa cinta kita. Tidak bisa. Lalu cara kita mendatangi Allah bagaimana, biar tidak tersiksa??. Ini akan dibahas dalam bagian lain.

Jadi pandai-pandailah kita memilih apa yang akan kita jadikan sebagai diri kita, karena diri kita itu akan seketika memenjarakan dan memperbudak kita sesuai dengan hawa diri kita itu.

Wassalam
Deka

0 komentar: